Beberapa tahun yang lalu, sebuah toko roti baru di pinggiran Sydney memiliki ide brilian. Tiap kali toko ini memanggang roti gulung atau kue, pemiliknya mengunggah status di Twitter. Tapi ternyata, hal itu tak dinilai sebagai strategi pemasaran jangka panjang.
Masyarakat setempat yang sedang bekerja di depan komputer melihat ‘tweet’ tertarik dan menjadi tertarik untuk mencobanya.
Strategi panggang dan ‘tweet’ ini terbukti jitu, banyak orang berbondong-bondong ke toko roti untuk memenuhi rasa penasaran mereka.
Beberapa perusahaan tak memiliki akun Twitter karena mereka tak ingin membuat forum publik untuk menampung keluhan. (Foto: AFP)
Dengan cepat, toko roti ini menjadi bisnis pemenang penghargaan.
Ini adalah contoh yang bagus dari penggunaan media sosial yang terampil sebagai alat pemasaran.
Namun, pakar media sosial dari Universitas Sydney, Laurel Papworth, mengatakan, strategi pemasaran yang hanya menggunakan Twitter atau Facebook tak akan berumur panjang.
“Perusahaan menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi seolah-olah itu adalah media tradisional seperti stasiun televisi atau surat kabar,” katanya.
Agar benar-benar efektif, Laurel Papworth mengutarakan, media sosial harus menjadi komunikasi dua arah.
“Pendekatan layanan pelanggan yang baik jauh lebih menguntungkan bagi perusahaan yang mencoba untuk terhubung dan terlibat dengan klien mereka,” tambahnya.
Satu contoh kasus adalah Telstra.
Perusahaan telekomunikasi ini mengakui, respon standard atas komentar dan keluhan pelanggan tak bisa dilakukan dengan media sosial.
Tapi pemasar di Telstra jelas dominan.
“Ketika saya melihat halaman utama Telstra di Facebook, yang merupakan halaman pemasaran dan promosi, dan kemudian melihat halaman layanan pelanggan, sulit untuk membedakannya. Itu memalukan karena dulunya mereka melakukannya dengan benar,” jelasnya.
Kedua halaman itu didominasi oleh iklan untuk produk dan layanan Telstra.
Jaringan supermarket Woolworths adalah contoh lain.
Mereka memiliki akun di Facebook, tapi tidak di Twitter.
Woolworths menggambarkan Twitter sebagai ‘jendela keluhan pelanggan yang tak ingin mereka buka’.
Mereka juga mengatakan, pihaknya bisa melakukan percakapan yang lebih rinci dengan pelanggan di Facebook.
Laurel Papworth mengatakan, hal itu agak terdengar seperti menelepon sebuah perusahaan yang terus mengarahkan Anda ke departemen baru setiap kali anda telepon.
“Jika Anda berada di Twitter dan tak suka Facebook, diminta untuk membuka Facebook tak akan membuat Anda berpikir lebih baik tentang Woolworths,” tegasnya.
Ia mengemukakan, ada banyak komentar positif tentang Woolworths di Twitter, tentang beberapa kampanye mereka, tentang beberapa program CSR mereka.
“Ya, ada keluhan juga, tapi Woolworths tak mendengarnya dengan memaksakan untuk menangkap saluran lain,” tambahnya.
Yang artinya, mereka tak menaanggapi keluhan tersebut.
Jadi, seperti apa strategi media sosial yang baik dari sebuah perusahaan?.
Menurut Laurel Papworth, ada lima pertimbangan utama:
1. Tahu tujuan dan nilai media sosial seperti Twitter dan Facebook dan memahami mengapa Anda menggunakannya;
2. Buat strategi pemasaran dan layanan pelanggan terpisah. Orang-orang pemasaran dan PR (humas) tak boleh menjawab pertanyaan pelanggan;
3. kenali sasaran Anda (misalnya, apakah pensiunan atau remaja?);
4. Selalu ada di mana-pun pelanggan Anda berada (misalnya jika mereka di Facebook, maka Anda juga harus berada di situ);
5. Pemasaran dan PR terbaik adalah layanan pelanggan yang fantastis.
Sumber Artikel Lihat Disini